b2

200 Triliun digelontorkan ke Himbara : Potensi Berburu di Kebun Binatang

By Admin September 13, 2025

Foto : Dok LBH Pilihan Rakyat

Pilihan-Rakyat.com, Jakarta – Praktisi hukum dan Pengamat kebijakan publik dari Lembaga Bantuan Hukum Pilihan Rakyat (LBH PR), Adam Hasan mengatakan bahwa  rencana Menteri Keuangan, Purbaya Yudhi Sadewa untuk menggelontorkan dana Pemerintah senilai 200 triliun rupiah yang selama ini mengendap di Bank Indonesia, patut dikaji dengan berbagai pertimbangan yang komprehensif. Secara kasat mata dan pandangan awam, rencana tersebut seperti terlihat pro rakyat, bertujuan besar untuk mendorong sistem perekonomian bergerak dinamis sehingga menghasilkan berbagai output positif yang berdampak pada peningkatan kesejahteraan rakyat. “ Niatnya baik, tetapi perlu dipersiapkan dengan matang, semua piranti dan peraturan pelaksanaannya serta harus dibarengi dengan  policy yang menguntungkan rakyat, bukan malah membuat kaya segelintir orang saja”, ujar Adam kepada Media Pilihan-Rakyat.com.

Dana sebesar 200 triliun rupiah tersebut menurut  Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa, akan disuntikkan mulai Jumat  (12/9/2025) ke 6 (enam) bank HIMBARA (Himpunan Bank Milik Negara) untuk menstimulus likuiditas Bank agar mampu lebih banyak menyalurkan dana tersebut ke nasabahnya sekaligus  membantu perbankan tersebut untuk mendapatkan dana murah sehingga bisa menekan cost of fund  seminimal mungkin. “ Sumber dana tersebut juga berasal dari pajak yang dipungut dari rakyat, bukan dana siluman yang datang tiba tiba begitu saja. Bank sebagai pihak intermediate (deposan) nantinya akan menyalurkan dana tersebut kepada debitur untuk meningkatkan perekonomian di sektor riil dan produktif. Tapi jangan salah, apakah selama ini kebijakan bank tersebut sudah pro terhadap rakyat dan pelaku usaha kecil? Dan bagaimana Nasib rakyat yang tidak bankable? Itu harus dirumuskan dulu, dibuatkan kebijakan penyaluran dana yang menjangkau rakyat kecil untuk bisa tumbuh bersama, jika memang niatnya mau mensejahterakan rakyat secara adil dan merata”, tegas Adam.

Direktur LBH Pilihan Rakyat ini menilai selama ini sistem perbankan di Indonesia masih memihak hanya kepada pengusaha menengah dan atas saja. Dalam menentukan kelayakan kredit pun banyak aturan dan syarat perbankan yang tidak bisa dipenuhi oleh para pengusaha kecil dan rakyat biasa.” Banyak sekali pengusaha kecil yang punya potensi berkembang tetapi terjegal oleh syarat yang tidak bisa dipenuhi dan tidak memenuhi kelayakan versi analis bank. Contoh, usaha yang harus sudah berjalan 2 tahun misalnya, lalu pengusaha yang masih lemah dalam manajerial sehingga tidak memiliki catatan pembukuan yang baik serta yang menjadi momok menakutkan adalah tidak lolos nya mereka dalam verifikasi di sistem informasi debitur akibat adanya penilaian kolektibiltas kredit sebelumnya yang tidak lancar, sehingga banyak yang tidak bankable akhirnya. Dan sampai saat ini hampir semua perbankan bermain dalam tataran aman begitu,seperti berburu di kebun Binatang pada akhirnya, mereka hanya membidik pengusaha yang sudah mapan dan memenuhi syarat versi mereka saja, sementara yang tidak bankable ditinggalkan begitu saja.  Jadi jangan sampai uang 200 triliun rupiah ini akhirnya menjadi kontraproduktif, hanya menambah kesenjangan ekonomi yang semakin tinggi dengan menguntungan bank dan para pengusaha besar saja, rakyat kecil kembali menjadi penonton dan tidak mendapatkan manfaat apapun,” ujar Adam.

Perlu Regulasi Pemerintah Yang Berpihak Pada Kaum Miskin

Adam juga mengusulkan agar Pemerintah membuat regulasi baru, bagaimana caranya Perbankan khususnya Bank Plat merah yang tergabung dalam HIMBARA bisa tetap melayani rakyat kecil yang tidak bankable atau tidak bisa mengakses layanan perbankan karena berbagai kondisi. ” Sejatinya peraturan perundang undangan itu dibuat untuk kemaslahatan bersama, bukan menguntungkan salah satu pihak atau golongan tertentu. Rakyat kecil yang tidak bankable ini juga berhak mendapatkan support dari Pemerintah termasuk memanfaatkan dana tersebut untuk meningkatkan taraf hidupnya. Jangan dibiarkan makin terjerembab dalam jurang kemiskinan, ” tegas Adam. Lebih lanjut Adam menegaskan bahwa Pemerintah masih setengah hati dalam membela kepentingan rakyat miskin. ” Yang saya ketahui, baru Muhammadiyah yang berani tampil beda, ketika dana yang disimpan di BSI dalam penyalurannya dinilai tidak berpihak kepada rakyat kecil, Muhammadiyah menarik seluruh dana nya dan dipindahkan ke bank lainnya termasuk BPRS agar lebih menjangkau kebutuhan modal bagi usaha rakyat jelata, ini preseden  yang baik bagi pemberdayaan masyarakat kita ,” ujar Adam.

Pola Grameen Bank (Bank untuk rakyat miskin) yang diciptakan oleh Peraih Nobel, Muhammad Yunus dari Bangladesh, bisa menjadi benchmark, bagaimana Pemerintah bisa berperan dalam melindungi hak hak kaum miskin untuk bisa tumbuh dan berkembang bersama. ” Yang jadi inti persoalan perbankan saat ini tidak bisa mengakses kalangan miskin yang tidak bankable adalah soal mitigasi risiko. Secara konvensional perbankan kita melihat mitigasi risiko hanya dari 5 C , yakni Capital, Capacity, Condition, Character dan Collateral. Jangan terpaku pada persoalan itu saja, keberhasilan pola Grameen Bank misalnya, justru menekankan pada upaya pembinaan kelompok kecil yang masif, bagaimana membina mereka supaya fokus dan bertanggung jawab terhadap kewajibannya, bagaimana solidaritas sesama anggota kelompok penerima modal dibangun, bagaimana kepedulian terhadap sesama ditumbuhkan, itu perlu pendampingan dan pembinaan yang masif, jadi Perbankan harus masuk dalam ranah itu, membangun mental dan budaya mereka, membina dan menambah knowldge mereka agar bisa tumbuh sejajar dengan kelompok masyarakat lainnya’ ” ujar Adam.

Selain Perbankan harus memiliki divisi khusus yang menangani dan melayani kelompok rakyat kecil ini, Pemerintah juga harus memaksimalkan peran dan fungsi koperasi simpan pinjam yang bagus dan sehat. ” Koperasi simpan pinjam itu bisa dimaksimalkan perannya oleh Pemerintah. Tapi koperasi yang betul betul menerapkan jati diri koperasi, bukan bertopeng koperasi tapi berpraktik rentenir. Caranya membedakan bagaimana? Sederhana saja. jangan tertipu oleh laporan keuangan dan sertifikat kesehatan koperasi yang bagus saja, tapi lihat bagaimana cara koperasi itu bekerja. Jika koperasi tersebut menerapkan fungsi sosialnya dengan baik, berbagi sedekah sama masyarakat, melakukan kegiatan sosial dengan rutin, menyalurkan infak, membangun fasilitas umum dan membantu masyarakat miskin, itu tandanya koperasi yang menerapkan jati diri koperasi. Koperasi seperti itulah yang harus dilibatkan dan dikembangkan oleh Pemerintah,”pungkas Adam.

Berita Terkait