Pilihan-Rakyat.com, Jakarta – Rencana pembentukan Undang-Undang (UU) Perampasan Aset kembali menjadi sorotan. Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan, Yusril Ihza Mahendra, memastikan bahwa Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) akan tetap membahas aturan tersebut, namun tidak dengan melanjutkan draf lama, melainkan mengajukan rancangan undang-undang baru.
Menurut Yusril, DPR akan mulai membahas RUU Perampasan Aset setelah penyelesaian revisi Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Targetnya, revisi KUHAP rampung pada akhir 2025 sehingga pembahasan RUU Perampasan Aset bisa langsung digulirkan pada awal 2026.
“Pembicaraan di DPR sekarang ini cenderung ke arah bahwa DPR akan mengajukan rancangan undang-undang baru perampasan aset itu. Tapi mereka akan mengajukan itu dan membahasnya nanti setelah pembahasan (Rancangan) KUHAP selesai,” ujar Yusril dikutip dari Liputan6.com, Kamis (11/9/2025).
Pentingnya Sinkronisasi KUHAP dan RUU Perampasan Aset
Yusril menilai, pembahasan kedua aturan itu tidak bisa berjalan terpisah. Menurutnya, KUHAP merupakan hukum acara pidana umum, sementara RUU Perampasan Aset tergolong sebagai hukum acara pidana khusus. Karena itu, diperlukan sinkronisasi agar aturan baru tidak berbenturan dengan aturan pokok.
“Mungkin bisa dibahas simultan antara pembahasan KUHAP dengan pembahasan RUU perampasan aset ini. Karena KUHAP ini kan hukum acara pidana umum, perampasan aset kan hukum acara pidana khusus. Jadi kan tidak boleh yang khususnya nabrak yang umum. Jadi dia harus sinkron satu dengan yang lain,” jelas Yusril.
Ia menambahkan, pemerintah bersama DPR memiliki komitmen kuat untuk menuntaskan pembahasan aturan ini. RUU Perampasan Aset dipandang mendesak karena menjadi instrumen hukum yang dibutuhkan untuk memberantas tindak pidana, termasuk korupsi, pencucian uang, dan kejahatan terorganisir lainnya.
“Yang paling penting rakyat mengetahui bahwa pemerintah punya komitmen, DPR punya komitmen untuk membahas rancangan undang-undang perampasan aset itu dalam waktu yang tidak terlalu lama,” tegasnya.
Sikap DPR
Sejalan dengan itu, Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR, Ahmad Iman Syukri, juga mengonfirmasi adanya rencana pengajuan RUU baru. Menurutnya, pembahasan kemungkinan besar akan dialihkan ke Komisi III DPR yang membidangi hukum, HAM, dan keamanan.
“Ya (DPR akan ajukan RUU baru Perampasan Aset). Kayaknya Komisi III (yang bahas, bukan Baleg),” kata Ahmad Iman.
Meski belum merinci isi draf RUU baru, DPR diyakini akan menyesuaikan substansi aturan agar selaras dengan revisi KUHAP dan perkembangan hukum pidana modern.
Upaya Memberantas Kejahatan dan Korupsi
RUU Perampasan Aset menjadi salah satu regulasi yang sudah lama ditunggu publik. Kehadirannya diharapkan mampu memperkuat upaya negara dalam mengejar aset hasil tindak pidana yang selama ini sulit disentuh hukum.
Dengan UU ini, aparat penegak hukum akan memiliki dasar lebih kuat untuk menyita dan merampas aset hasil kejahatan tanpa harus menunggu putusan pidana yang berkekuatan hukum tetap. Hal tersebut dipandang penting untuk menutup celah yang selama ini dimanfaatkan para pelaku kejahatan.
Kehadiran UU Perampasan Aset juga dinilai akan membawa dampak signifikan dalam pemberantasan korupsi di Indonesia. Tidak hanya menghukum pelaku, tetapi juga memastikan aset negara yang dikorupsi bisa dikembalikan untuk kepentingan masyarakat.
Komitmen Pemerintah dan DPR
Langkah DPR mengajukan RUU baru mendapat dukungan dari pemerintah. Baik DPR maupun pemerintah sama-sama menegaskan komitmennya agar pembahasan tidak berlarut-larut.
Dengan demikian, publik diharapkan tidak hanya melihat adanya keseriusan dalam menindak pelaku kejahatan, tetapi juga adanya kepastian hukum yang melindungi kepentingan negara.