Mimpi Anak Negeri di Kewitu “Ketika Sekolah Sekadar Bangunan Rapuh, Namun Semangat Tak Pernah Luruh”
Pilihan-Rakyat.com, LABUA, MANGGARAI BARAT – Di tengah gemerlapnya Labuan Bajo yang kian mendunia sebagai destinasi pariwisata super prioritas, sebuah realitas pahit tersembunyi jauh di pedalaman Manggarai Barat. Tepatnya di desa Kewitu, Kecamatan Lembor Selatan, berdiri Madrasah Ibtidaiyah Swasta (MIS) AL Amin Kewitu, sebuah institusi pendidikan yang telah menjadi saksi bisu perjuangan anak-anak selama hampir dua dekade.
Sejak didirikan pada tahun 2004, MIS AL Amin Kewitu menampung 58 siswa setiap hari, dibimbing oleh 8 guru yang penuh dedikasi. Namun, kondisi sekolah ini jauh dari kata layak, bahkan memprihatinkan. Enam ruang kelas yang ada menunjukkan gambaran nyata sebuah ketertinggalan: lantai masih berupa tanah yang becek saat hujan, dinding dan struktur bangunan kayu telah lapuk dimakan usia, dan fasilitas belajar-mengajar sangat minim.
“Ini bukan sekadar bangunan sekolah, melainkan pintu bagi anak-anak di pedalaman untuk mengejar cita-cita, menembus batas, dan menatap masa depan yang lebih baik,” demikian semangat yang terus digaungkan, meskipun fisik sekolah seolah berteriak meminta perhatian. Anak-anak Kewitu, dengan seragam sederhana mereka, belajar di bawah atap seng yang berisik saat hujan dan panas menyengat saat terik, tanpa pernah kehilangan senyum dan asa.
Kisah MIS AL Amin Kewitu adalah tamparan keras bagi kita semua. Di satu sisi, investasi dan pembangunan infrastruktur pariwisata gencar dilakukan di ibu kota kabupaten. Di sisi lain, potret pendidikan dasar di pedalaman Manggarai Barat masih jauh dari standar kelayakan. Keadaan ini menyoroti disparitas pembangunan yang mencolok dan mendesak perhatian serius dari semua pihak.
Bagaimana mungkin anak-anak bangsa yang merupakan masa depan negeri ini, harus berjuang menimba ilmu dalam kondisi yang sangat terbatas, bahkan berbahaya? Mereka adalah mutiara tersembunyi yang berhak mendapatkan fasilitas pendidikan yang layak, layaknya anak-anak di kota-kota besar.

Meskipun dalam keterbatasan, semangat belajar di MIS AL Amin Kewitu tak pernah padam. Mereka adalah bukti nyata bahwa keterbatasan fisik tidak mampu memadamkan nyala harapan dan cita-cita. Namun, hingga kapan mereka harus berjuang sendirian? Sudah saatnya kita, sebagai bangsa, menoleh ke belakang, menyentuh hati nurani, dan bergandengan tangan untuk memastikan bahwa tidak ada lagi mimpi pendidikan yang nyaris padam di balik gemerlap pembangunan.