b2

Transformasi Kementerian BUMN lewat UU Baru Disahkan DPR Menjadi BP BUMN

By Inayah Safitri Hanifah October 3, 2025
Sumber foto : Media Indonesia

Pilihan-Rakyat.com, Jakarta – Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia akhirnya mengesahkan Rancangan Undang-Undang tentang perubahan Undang-Undang Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Keputusan itu menjadi tonggak penting dalam sejarah pengelolaan perusahaan milik negara. Melalui pengesahan ini, Kementerian BUMN resmi berubah status dan nomenklatur menjadi Badan Pengaturan BUMN (BP BUMN).

Sidang paripurna DPR yang digelar di Gedung Nusantara, Senayan, Jakarta, disepakati mayoritas fraksi tanpa penolakan berarti. Dalam laporan hasil pembahasan yang dibacakan oleh Komisi VI, tercatat lebih dari delapan puluh pasal diubah atau disesuaikan. Perubahan tersebut dianggap krusial karena berupaya merapikan fungsi negara dalam mengelola sekaligus mengawasi BUMN agar lebih transparan, profesional, dan sesuai dengan putusan Mahkamah Konstitusi terbaru.

Salah satu pasal yang menjadi sorotan adalah ketentuan mengenai larangan rangkap jabatan bagi menteri maupun wakil menteri. Aturan ini memastikan pejabat negara tidak lagi duduk dalam posisi direksi, komisaris, atau dewan pengawas di perusahaan negara. Hal ini dipandang sebagai langkah strategis untuk mencegah konflik kepentingan, serta menegaskan pemisahan peran regulator dengan pengelola bisnis.

Transformasi Kementerian BUMN menjadi BP BUMN bukan sekadar pergantian nama, melainkan perubahan paradigma. Jika sebelumnya kementerian lebih dikenal sebagai perpanjangan tangan pemerintah dalam pengelolaan perusahaan negara, maka ke depan BP BUMN akan lebih difokuskan sebagai badan pengaturan dan pengawasan. Artinya, fungsi pengelolaan operasional perusahaan akan semakin mandiri di tangan manajemen masing-masing BUMN, sementara negara hadir untuk memastikan aturan main berjalan adil dan tegas.

Bagi sebagian kalangan, perubahan ini menimbulkan optimisme baru. Banyak pihak berharap BP BUMN bisa melahirkan tata kelola perusahaan negara yang lebih sehat, memperkuat daya saing, sekaligus meningkatkan kontribusi terhadap pendapatan negara. Dengan pengawasan yang lebih terukur, potensi kebocoran, inefisiensi, dan praktik rangkap jabatan yang selama ini sering menjadi sorotan publik diyakini dapat diminimalisir.

Namun, di sisi lain, transformasi besar ini juga membawa tantangan yang tidak ringan. Pemerintah harus menyiapkan aturan turunan secara cepat agar tidak menimbulkan kekosongan hukum. Penyesuaian struktur organisasi, sosialisasi kepada seluruh BUMN, hingga transisi kewenangan dari kementerian ke badan baru perlu dilakukan secara hati-hati. Kegagalan mengelola masa transisi berpotensi menimbulkan kebingungan administratif, yang pada akhirnya bisa menghambat kinerja BUMN itu sendiri.

Dalam pandangan pengamat ekonomi dan tata kelola publik, pembentukan BP BUMN dapat menjadi momentum untuk memperkuat transparansi. Badan ini diharapkan mampu memberikan laporan reguler, membuka ruang dialog dengan publik, serta menjaga integritas pengelolaan perusahaan milik negara. Publik menantikan langkah konkret dalam meningkatkan efisiensi, mulai dari restrukturisasi BUMN yang kurang produktif hingga mendorong ekspansi sektor strategis yang menopang perekonomian nasional.

Keputusan DPR ini sekaligus menandai bahwa arah kebijakan negara dalam mengelola aset publik semakin berorientasi pada akuntabilitas dan profesionalisme. Harapannya, perubahan regulasi bukan hanya memberi kepastian hukum, tetapi juga mendorong perubahan nyata di lapangan. Masyarakat akan menjadi pihak yang paling diuntungkan jika BP BUMN benar-benar menjalankan fungsinya dengan konsisten, sehingga keuntungan perusahaan negara dapat kembali dirasakan langsung melalui pelayanan publik, pembangunan infrastruktur, maupun peningkatan pendapatan negara.

Transformasi Kementerian BUMN menjadi BP BUMN akan menjadi ujian besar bagi pemerintah, DPR, dan seluruh pemangku kepentingan. Keberhasilan atau kegagalan langkah ini akan tercatat dalam sejarah, apakah benar-benar mampu memperkuat peran BUMN sebagai motor pembangunan, atau justru menjadi perubahan administratif tanpa substansi. Saat ini, publik menaruh harapan besar agar perubahan tersebut membawa manfaat nyata, bukan sekadar pergantian nama di atas kertas.

Berita Terkait