b2

Wafi Syukri Baraja Soroti Pentingnya Penegakan AMDAL dan Sinkronisasi Tata Ruang dalam Kebijakan Lingkungan Nasional

By Inayah Safitri Hanifah October 6, 2025
Wafi Syukri Baraja selaku ketua departemen kajian dan advokasi masyarakat HMP FKM UI Tahun 2025 pada acara "Serasehan"

Pilihan-Rakyat.com, Jakarta — Dalam forum dialog strategis bersama Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) yang diwakilkan oleh Ir. Sigit reliantoro, M.Sc., selaku Deputi bidang tata lingkungan dan sumber daya alam berkelanjutan,  Wafi selaku akademisi muda yang aktif dalam kajian lingkungan, menyoroti pentingnya penegakan dokumen AMDAL (Analisis Mengenai Dampak Lingkungan) sebagai instrumen utama dalam menjaga keseimbangan pembangunan dan kelestarian ekosistem di Indonesia.

Wafi menjelaskan bahwa data dan kebijakan tata ruang yang tidak sinkron menjadi akar masalah dalam penanganan lingkungan saat ini. Ia menyampaikan bahwa dalam banyak kasus, ruang dan wilayah yang seharusnya memiliki fungsi lindung justru berubah menjadi area pemanfaatan tanpa pengawasan ketat terhadap dokumen AMDAL yang seharusnya menjadi dasar setiap kegiatan pembangunan.

“Dalam data-data kerusakan yang tadi Bapak sampaikan, sebenarnya keseluruhan sama. Tapi di lapangan, pelaksanaannya sering kali tidak sesuai. Ruang yang terlalu luas untuk dikelola tidak diikuti dengan pengawasan AMDAL yang benar. Akibatnya, banyak ruang diambil dan dimanfaatkan tanpa menyesuaikan dengan rencana yang ditetapkan,” ungkap Wafi dalam forum tersebut.

Ia menyoroti bahwa mekanisme penetapan dan pengawasan tata ruang harus benar-benar memperhatikan aspek kebijakan ekologis dan AMDAL, bukan hanya pertimbangan ekonomi. Menurutnya, banyak wilayah yang pengelolaannya tumpang tindih antara pusat dan daerah karena dokumen AMDAL seringkali hanya dijadikan formalitas.

“Kita punya catatan ruang, kemudian ruang itu ditetapkan oleh SEDAR, tapi dalam pelaksanaannya, banyak yang dilakukan sendiri-sendiri. Harusnya satu lokasi, satu kegiatan, satu dokumen AMDAL yang jelas. Jangan sampai satu wilayah punya banyak proyek tapi tidak ada satu pun analisis dampak lingkungannya yang benar-benar dijalankan,” tegasnya.

Wafi juga menyinggung tentang perlunya perhatian pada KKR (Kebijakan Kajian Risiko) dan sinkronisasi antar instansi dalam setiap proses pembangunan. Menurutnya, kebijakan lingkungan tidak bisa dilepaskan dari kajian risiko ekologis dan sosial yang menyertainya. Ia mengajak semua pihak untuk memperhatikan kebijakan secara menyeluruh, bukan hanya sebatas formalitas administratif.

“Kita harus memperhatikan kebijakan KKRI, dan sebagainya. Itu penting untuk memastikan kebijakan yang ada tidak hanya luas di atas kertas, tapi juga bisa dijalankan dengan baik di lapangan,” tambahnya.

Menutup paparannya, Wafi mengingatkan bahwa AMDAL bukan sekadar dokumen teknis, melainkan alat kontrol sosial dan moral agar pembangunan tidak merusak lingkungan dan mengorbankan masyarakat di sekitarnya. Ia menegaskan bahwa setiap pembangunan harus melalui kajian mendalam agar tidak menimbulkan kerusakan berkelanjutan.

“Masyarakat di lingkungan yang terdampak harus dijaga. Kita semua harus bersama menjaga lingkungan ini. Jangan sampai hanya karena proyek atau pembangunan, kita memotong masa depan anak-anak kita sendiri. Lingkungan adalah rumah bersama,” tutupnya.

Pernyataan Wafi tersebut disampaikan di hadapan Narasumber perwakilan pemerintah Ir. Sigit reliantoro, M.Sc., selaku Deputi bidang tata lingkungan dan sumber daya alam berkelanjutan dan akademisi lainnya, yang turut memberikan tanggapan mengenai urgensi tata kelola ruang dan AMDAL dalam kebijakan pembangunan nasional.

Forum tersebut menjadi refleksi penting bahwa AMDAL bukan sekadar dokumen administratif, tetapi pilar utama untuk memastikan pembangunan nasional berjalan berkeadilan dan berkelanjutan bagi manusia dan alam Indonesia.

Berita Terkait