b2

Di Balik Capaian 98% JKN: Himpunan Mahasiswa Pascasarjana FKM UI Desak Pemerataan Layanan BPJS Kesehatan hingga Daerah Terpencil

By Inayah Safitri Hanifah October 10, 2025
Mahasiswa Pascasarjanan FKM UI melaksanakan Audiensi bersama Direktur Utama BPJS Kesehatan (Sumber Foto : HMP FKM UI)

Pilihan Rakyat.com, Depok – Ketika pemerintah dan BPJS Kesehatan mengumandangkan keberhasilan program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) dengan klaim kepesertaan melampaui 98 persen penduduk Indonesia, suara kritis datang dari kampus. Himpunan Mahasiswa Pascasarjana Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (HMP FKM UI) menggugat: angka tinggi tidak selalu berarti keadilan.

Melalui audiensi bertajuk “Selamat Datang di Era Kesehatan Murah Tapi Tidak Mudah” di Aula Kantor Pusat BPJS Kesehatan, mahasiswa pascasarjana UI memantik diskusi yang menyorot kesenjangan struktural dalam sistem layanan kesehatan nasional. Forum ini mempertemukan para akademisi muda dengan pejabat kunci BPJS Kesehatan, membedah paradoks antara coverage yang luas dan kualitas layanan yang timpang.

Wafi Syukri Baraja, Ketua Departemen Kajian dan Advokasi Masyarakat (Kadvomas) HMP FKM UI, menegaskan bahwa pencapaian kepesertaan JKN hanyalah satu sisi dari narasi besar yang lebih kompleks. “Capaian 98 persen peserta bukan indikator keberhasilan jika pelayanan dasar masih timpang. Puskesmas di timur Indonesia kekurangan tenaga, infrastruktur minim, dan sistem rujukan mandek. Universal Health Coverage tidak akan pernah substantif jika orientasinya sebatas finansial tanpa memperkuat layanan primer,” tegasnya.

Wafi juga menyoroti lemahnya koordinasi lintas sektor antara pemerintah pusat, daerah, dan BPJS Kesehatan yang memperparah ketimpangan layanan. Ia menyerukan lahirnya kebijakan kesehatan yang lebih berkeadilan bukan berbasis angka, tetapi berbasis kebutuhan manusia. “Selama kebijakan kesehatan masih dihitung dengan logika excel dan bukan realita sosial, kesenjangan akan terus hidup di antara warga yang dijanjikan perlindungan,” ujarnya menambahkan.

Sementara itu, Ketua HMP FKM UI, Muhammad Alfiansyah, SKM, menilai audiensi ini sebagai ruang koreksi bagi arah kebijakan kesehatan nasional. Menurutnya, keberhasilan UHC tidak cukup diukur dari jumlah peserta, tetapi dari pemerataan akses dan mutu layanan yang dirasakan masyarakat. “Kami, mahasiswa kesehatan masyarakat, bukan sekadar penonton. Kami menagih janji konstitusi: bahwa setiap warga berhak atas pelayanan kesehatan yang adil, setara, dan bermartabat,” ucapnya.

Diskusi ini mempertegas posisi mahasiswa sebagai pengawal moral kebijakan publik. Mereka menolak narasi tunggal bahwa keberhasilan sistem kesehatan bisa direduksi menjadi persentase kepesertaan. Bagi mereka, keberhasilan sejati justru terlihat ketika warga di pelosok Papua dan Nusa Tenggara dapat mengakses layanan kesehatan yang sama layaknya warga Jakarta.

Sebagai organisasi yang berfokus pada riset, advokasi, dan pengabdian masyarakat, HMP FKM UI menegaskan komitmennya untuk terus mengawal isu-isu strategis di bidang kesehatan publik. Dalam konteks sistem JKN yang terus dievaluasi, suara kritis mahasiswa menjadi pengingat bahwa kesehatan bukanlah proyek administratif, melainkan amanah sosial dan moral negara terhadap rakyatnya.

Berita Terkait