b2

INDONESIA NOMOR 1 KONSUMSI MIKROPLASTIK: KENYATAAN PAHIT DI TENGAH LAUTAN SAMPAH

By Inayah Safitri Hanifah October 11, 2025
Hamparan sampah yang menutupi pantai di Kecamatan Kwanyar, Kabupaten Bangkalan, Pulau Madura, Jawa Timur, Senin (13/5/2024).

Pilihan-Rakyat.com, Jakarta – Sebuah studi internasional terbaru kembali menampar kesadaran global tentang bahaya plastik. Penelitian itu mengungkap bahwa penduduk Indonesia berada di peringkat teratas dunia dalam hal konsumsi mikroplastik. Angka paparan yang tinggi ini menggambarkan betapa parahnya polusi plastik yang kini telah menembus hingga ke piring makan masyarakat.

Peneliti dari Cornell University dan sejumlah lembaga riset global memetakan kadar mikroplastik yang masuk ke tubuh manusia di lebih dari seratus negara. Hasilnya mengejutkan: rata-rata penduduk Indonesia diperkirakan menelan hingga 15 gram mikroplastik per bulan, jumlah yang setara dengan satu sendok makan kecil partikel plastik setiap empat minggu. Dalam setahun, angka ini berarti ratusan butir plastik mikroskopik bersemayam di tubuh setiap orang baik melalui makanan, air minum, maupun udara.

Jejak Plastik dari Laut ke Tubuh

Mikroplastik tidak muncul begitu saja. Ia adalah hasil dari degradasi plastik sekali pakai yang terbuang ke laut, sungai, dan tanah. Indonesia, sebagai negara kepulauan dengan konsumsi plastik tinggi dan sistem pengelolaan limbah yang belum sempurna, menjadi salah satu lokasi dengan tingkat pencemaran tertinggi di dunia. Ketika plastik di laut terurai, partikel-partikelnya diserap oleh plankton, kerang, ikan kecil, hingga ikan besar yang akhirnya dikonsumsi manusia.

Tak hanya dari laut, air minum pun menjadi jalur utama masuknya mikroplastik ke tubuh. Baik air kemasan maupun air kran, keduanya mengandung partikel plastik dalam kadar tertentu. Bahkan, penggunaan wadah plastik untuk menyimpan makanan, terutama saat dipanaskan, dapat melepaskan partikel-partikel halus yang tak kasat mata namun berpotensi masuk ke dalam sistem pencernaan manusia.

Selain itu, serat sintetis dari pakaian sehari-hari juga menyumbang kontaminasi. Saat dicuci, serat-serat mikro dari bahan poliester atau nilon terbawa aliran air limbah dan berakhir di laut. Di udara perkotaan, debu mikroplastik bahkan bisa terhirup, menambah beban paparan harian yang sulit dihindari.

Risiko yang Tak Terlihat

Mikroplastik mungkin terlalu kecil untuk dilihat, tetapi dampaknya tidak bisa diabaikan. Penelitian awal menunjukkan bahwa partikel ini dapat memicu peradangan, stres oksidatif, dan gangguan sistem imun. Dalam jangka panjang, mikroplastik berpotensi membawa bahan kimia berbahaya seperti pestisida, logam berat, atau senyawa aditif yang menempel di permukaannya. Zat-zat ini, bila terakumulasi, bisa mengganggu sistem hormon, fungsi hati, bahkan metabolisme tubuh.

Meski belum ada bukti pasti yang menunjukkan kaitan langsung antara konsumsi mikroplastik dan penyakit tertentu, para ahli memperingatkan bahwa paparan jangka panjang bisa menjadi “bom waktu” bagi kesehatan manusia. Tubuh manusia tidak dirancang untuk mencerna plastik—dan fakta bahwa partikel-partikel ini kini ditemukan dalam darah, paru-paru, bahkan plasenta, menjadi sinyal serius bagi dunia medis.

Mengapa Indonesia Paling Rentan

Ada beberapa alasan mengapa Indonesia menempati posisi teratas. Pertama, volume sampah plastik nasional sangat besar. Data dari berbagai lembaga menunjukkan bahwa Indonesia menyumbang jutaan ton limbah plastik ke laut setiap tahun. Kedua, pengelolaan sampah masih lemah, terutama di daerah pesisir dan pedesaan, di mana plastik sering kali dibakar atau dibuang langsung ke sungai.

Ketiga, budaya konsumsi plastik sekali pakai masih sangat tinggi. Mulai dari kantong belanja, sedotan, wadah makanan, hingga air minum dalam kemasan, hampir seluruh aktivitas harian masyarakat bersentuhan dengan plastik. Ditambah lagi, kurangnya kesadaran lingkungan menyebabkan banyak orang belum memahami bahwa kebiasaan kecil seperti membuang bungkus makanan sembarangan berdampak besar terhadap ekosistem dan kesehatan.

Dari Krisis ke Tindakan

Menghadapi ancaman mikroplastik, Indonesia perlu bertindak cepat. Pemerintah, industri, dan masyarakat harus bergerak bersama untuk menekan sumber polusi plastik. Regulasi pembatasan plastik sekali pakai perlu ditegakkan lebih ketat, bukan sekadar kampanye simbolik. Infrastruktur daur ulang juga harus diperkuat, agar limbah plastik tak terus mengalir ke sungai dan laut.

Di sisi lain, masyarakat bisa mulai dari langkah sederhana: membawa wadah sendiri, mengurangi minuman kemasan, memilih bahan alami ketimbang sintetis, dan mendukung produk lokal yang ramah lingkungan. Edukasi publik menjadi kunci, sebab perubahan perilaku hanya bisa tumbuh dari kesadaran.

Sementara itu, kalangan ilmuwan mendorong agar riset tentang mikroplastik di Indonesia diperluas, termasuk pemantauan kadar partikel di makanan, air, udara, dan tubuh manusia. Dengan data yang lebih lengkap, kebijakan dapat dirancang lebih tepat sasaran dan berkelanjutan.

Ancaman Nyata di Setiap Gigitan

Fakta bahwa manusia kini menelan plastik tanpa sadar adalah cermin dari cara kita memperlakukan planet ini. Di tengah kenyataan bahwa laut, sungai, dan tanah kita penuh sampah, tubuh manusia kini menjadi “laut terakhir” tempat berlabuh partikel-partikel plastik yang tak terurai. Indonesia, dengan segala kekayaan lautnya, justru berada di garis depan dari krisis global ini.

Mikroplastik bukan hanya masalah lingkungan. Ia adalah masalah manusia masalah gaya hidup, sistem ekonomi, dan pola konsumsi. Dan ketika Indonesia tercatat sebagai nomor satu di dunia dalam konsumsi mikroplastik, itu bukan sekadar statistik, melainkan alarm yang menggema: bumi dan tubuh kita sama-sama menjerit karena plastik. 

Berita Terkait