b2

Dari Rumah Mewah ke Skandal Migas: Penyitaan Aset Riza Chalid yang Menguak Lubang Gelap di Balik Penegakan Hukum dan Kekuasaan Ekonomi

By Inayah Safitri Hanifah October 21, 2025
Kejagung sita rumah mewah milik Riza Chalid di Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. (Foto: Dok. istimewa)

Pilihan-Rakyat.com, Jakarta – Satu demi satu, dinding kekuasaan lama mulai retak. Setelah berbulan-bulan menjadi sorotan publik, Kejaksaan Agung kembali menyita sebuah rumah mewah di kawasan elit Kebayoran Baru, Jakarta Selatan yang diduga milik Riza Chalid, sosok lama dalam lingkaran bisnis migas nasional. Properti seluas 557 meter persegi itu memang tidak terdaftar atas nama dirinya langsung, melainkan atas nama sang anak, Kanesa Ilona Riza, sebuah pola klasik yang sering digunakan untuk menyamarkan jejak kekayaan hasil kejahatan keuangan.

Penyitaan ini menambah deretan aset yang telah lebih dulu dibekukan di Bogor dan sejumlah lokasi lain. Langkah Kejaksaan ini tampak progresif di permukaan, tetapi menyimpan ironi: di tengah kerugian negara yang ditaksir mencapai ratusan triliun rupiah, satu rumah mewah senilai beberapa puluh miliar hanyalah setetes air di lautan yang bocor.

Aset Disita, Tapi Apakah Sistemnya Berubah?

Bagi publik, berita penyitaan ini seperti deja vu  peristiwa yang berulang dengan pola serupa. Setiap kali kasus korupsi besar mencuat, negara menampilkan simbol keberhasilan berupa penyitaan aset, pengumuman megah, dan foto aparat di depan rumah mewah. Namun pertanyaan mendasarnya jarang dijawab: ke mana hasil sitaan itu mengalir? Apakah nilainya benar-benar menutupi kerugian negara, atau hanya menjadi trofi simbolik?

Lebih dalam lagi, penyitaan aset yang dikaitkan dengan Riza Chalid bukan sekadar urusan hukum perorangan. Ia adalah potret dari sistem migas yang selama puluhan tahun beroperasi di bawah bayang permainan kuota, kontrak, dan jaringan oligarki. Jika kasus ini hanya berhenti pada penegakan hukum simbolik tanpa menyentuh struktur yang memberi ruang bagi penyalahgunaan, maka keadilan hanya berhenti di halaman rumah mewah itu bukan di jantung kebijakan energi bangsa.

Rumah di Atas Nama Anak: Pola Lama, Respons Baru

Penggunaan nama anak, kerabat, atau perusahaan cangkang untuk menyembunyikan aset bukan hal baru dalam praktik korupsi kelas tinggi. Dalam banyak kasus, pola ini menjadi lapisan pelindung yang sulit ditembus aparat. Karena itu, ketika Kejaksaan berhasil menembus lapisan tersebut dan menyita aset di bawah nama keluarga, seharusnya hal itu menjadi momentum untuk mengubah arah penegakan hukum  dari sekadar menghukum pelaku, menjadi membongkar sistem penyamaran kekayaan hasil kejahatan.

Namun, untuk menyebut langkah ini sebagai “kemajuan”, publik membutuhkan transparansi. Berapa total aset yang telah disita? Bagaimana nilainya dibandingkan dengan estimasi kerugian negara? Apakah ada proses verifikasi independen untuk memastikan aset tersebut benar hasil korupsi, bukan sekadar properti yang kebetulan terkait? Tanpa kejelasan ini, penyitaan hanya akan menjadi headline, bukan harapan.

Korupsi Migas: Luka Lama yang Tak Pernah Ditutup

Kasus Riza Chalid menyentuh titik sensitif: sektor minyak dan gas yang selama ini dikenal sebagai “ladang sunyi” bagi praktik rente dan persekongkolan elit. Nilai kerugian yang disebut mencapai ratusan triliun rupiah menunjukkan bahwa yang dipertaruhkan bukan sekadar hukum, melainkan kedaulatan ekonomi bangsa.

Selama tata kelola sektor energi tidak dibenahi  dari sistem tender, izin ekspor, hingga pengawasan BUMN migas kasus serupa akan selalu muncul dengan aktor berbeda tapi skenario yang sama. Aset disita, pelaku ditahan, tapi jaringan tetap hidup. Hukum bekerja reaktif, bukan preventif.

Antara Tindakan Nyata dan Teater Kekuasaan

Kejaksaan Agung patut diapresiasi karena berani menyentuh nama besar yang selama ini sulit disentuh. Tapi publik tetap berhak curiga  apakah keberanian ini akan berlanjut hingga menyentuh seluruh rantai keterlibatan? Ataukah berhenti di titik yang aman secara politik?

Sebab sejarah menunjukkan, setiap kali hukum mulai mendekati pusat kekuasaan ekonomi, tekanan politik pun meningkat. Di sinilah penegakan hukum diuji: apakah Kejaksaan berani menembus batas kenyamanan elite, atau justru menjadikan penyitaan aset mewah sebagai teater kekuasaan yang berfungsi untuk menunjukkan “tindakan”, tapi menunda “keadilan”.

Penutup: Lebih dari Sekadar Rumah yang Disita

Penyitaan rumah Riza Chalid mungkin akan dikenang sebagai salah satu langkah penting dalam kasus korupsi migas terbesar dekade ini. Namun langkah itu hanya berarti jika diikuti dengan pemulihan menyeluruh: pembenahan regulasi, audit menyeluruh sektor migas, dan komitmen membuka seluruh data aset pelaku kepada publik.

Karena pada akhirnya, keadilan bukan diukur dari berapa rumah yang disita, melainkan dari seberapa banyak kebenaran yang diungkap dan sistem yang dibenahi. Tanpa itu, setiap penyitaan hanya akan menjadi berita sementara  sementara korupsi tetap hidup di balik pagar tinggi rumah mewah berikutnya.

Berita Terkait