b2

Alasan ‘Kesehatan’ Sebagai Tameng Mengapa Nadiem Makarim Malu-Malu Diperiksa di Kejari Jakarta Selatan?

By Inayah Safitri Hanifah October 21, 2025
Nadiem Makarim diperiksa sebagai tersangka di kasus korupsi Chrombook di Kejaksaan Agung, Jakara, 14 Oktober 2025. Tempo/Jihan

Pilihan-Rakyat.com, Jakarta – Mantan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, Nadiem Makarim, kembali menjadi sorotan publik setelah menjalani pemeriksaan di Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan. Pemeriksaan tersebut dikonfirmasi dilakukan dengan alasan kesehatan, sebuah dalih yang justru menimbulkan lebih banyak tanda tanya daripada jawaban. Kehadirannya yang terkesan tertutup serta pembingkaian alasan medis oleh kuasa hukumnya memunculkan dugaan bahwa proses hukum terhadapnya tengah dijalankan dengan hati-hati bahkan terlalu hati-hati.

Nadiem disebut baru saja menjalani perawatan kesehatan sebelum akhirnya diperiksa. Pihak kejaksaan menyatakan bahwa penahanan di Rutan Salemba Cabang Kejari Jakarta Selatan dilakukan setelah dokter menyatakan kondisi Nadiem telah siap secara medis. Namun, publik mempertanyakan mengapa pemeriksaan dilakukan di Kejari Jakarta Selatan, bukan langsung di pusat penyidikan nasional, mengingat kasus yang menjeratnya memiliki skala besar dan berdampak luas.

“Alasan kesehatan” ini memang sah secara hukum, namun tetap patut dipertanyakan secara moral dan politis. Apakah alasan tersebut benar-benar berdasar pada urgensi medis, atau justru dimanfaatkan sebagai strategi penundaan dan pengalihan perhatian publik? Transparansi hasil verifikasi medis, serta independensi lembaga yang memeriksanya, menjadi hal yang krusial agar proses hukum ini tidak dipersepsikan sebagai bentuk perlakuan istimewa bagi pejabat tinggi.

Kasus dugaan korupsi pengadaan laptop Chromebook di lingkungan Kemendikbudristek tahun 2019–2022 menjadi konteks penting di balik pemeriksaan ini. Proyek yang semestinya mendukung digitalisasi pendidikan justru berubah menjadi batu sandungan yang menguji integritas pejabat publik. Saat masyarakat menuntut keadilan dan akuntabilitas, alasan “kesehatan” yang berulang kali digunakan oleh tersangka kasus korupsi menjadi simbol paradoks penegakan hukum di Indonesia.

Jika benar kondisi kesehatan digunakan sebagai alasan penundaan, maka ini bisa menjadi preseden buruk bagi prinsip keadilan. Sebab di mata publik, hukum seolah punya dua wajah: keras terhadap rakyat biasa, tapi lunak terhadap mereka yang memiliki kekuasaan. Pemeriksaan Nadiem Makarim di Kejari Jakarta Selatan bukan sekadar urusan medis, tetapi ujian bagi transparansi dan kesetaraan hukum itu sendiri.

Berita Terkait