b2

Analisis : SEMU DI BALIK PERTUMBUHAN EKONOMI 5 PERSEN YANG DISYUKURI JOKOWI

By Admin August 9, 2024
Pertumbuhan ekonomi di level 5 persen dinilai tak berkualitas karena ditopang sektor padat modal. PHK menerjang sektor manufaktur yang menyerap banyak tenaga kerja. (Foto: Biro Pers Sekretaris Presiden/Muchlis Jr)

Pilihan-Rakyat.com, Jakarta – Ekonomi Indonesia tetap tumbuh di kisaran 5 persen selama beberapa tahun terakhir, saat perekonomian global terguncang di tengah ketidakpastian.Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat ekonomi Indonesia tumbuh 5,05 persen pada kuartal II 2024 secara tahunan (yoy). Angka ini lebih rendah dibandingkan kuartal II 2023, yang sebesar 5,17 Persen.

Sementara pada kuartal I 2024, pertumbuhan ekonomi tercatat sebesar 5,11 persen (yoy). Angka ini lebih tinggi dibandingkan kuartal I 2023, yang sebesar 5,04 persen.

Presiden Jokowi bersyukur pertumbuhan ekonomi Indonesia yang menurutnya masih stabil, padahal kondisi perekonomian global sedang tidak baik-baik saja. “Alhamdulillah ini patut kita syukuri, ekonomi dan politik Indonesia sangat stabil. Ekonomi tetap tumbuh di atas 5 persen. Kita tahu di kuartal I 2024, tumbuh 5,11 persen,” kata Jokowi di JCC Senayan, Jakarta Pusat, Senin (8/7) lalu.

Di tengah pertumbuhan ekonomi yang disebut Jokowi baik tersebut, ada masalah lain yang mengintai Indonesia, termasuk maraknya pemutusan hubungan kerja (PHK) dan masih tingginya angka kemiskinan.

Badai PHK menggila terutama di Jakarta. Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) mencatat PHK menimpa 32.064 tenaga kerja selama enam bulan pertama di 2024.

Mayoritas kasus PHK terjadi di Jakarta yang mencapai 7.469 orang. PHK lainnya juga terpusat di Pulau Jawa. Ada di Banten dengan 6.135 orang kehilangan pekerjaan, 5.155 pekerja di Jawa Barat di-PHK, dan kasus di Jawa Tengah yang menimpa 4.275 karyawan.

Pemutusan hubungan kerja yang cukup banyak juga terjadi di luar Jawa. Misalnya, ada 1.812 orang di Sulawesi Tengah yang harus kehilangan pekerjaannya hingga Juni 2024.

Lantas mengapa saat pertumbuhan ekonomi diklaim stabil tetapi marak terjadi PHK?

Analis Senior Indonesia Strategic and Economic Action Institution Ronny P Sasmita mengatakan pertumbuhan ekonomi 5 persen sebenarnya tidak tergolong tinggi. Bahkan angka itu terbilang sangat standar jika dibandingkan dengan tingkat pertumbuhan ekonomi Jepang, Korea Selatan (Korsel), Taiwan, dan China, di saat negara-negara tersebut sedang di fase keluar dari jebakan negara berpendapatan rendah dan menengah.

Jepang dan China, sambungnya, pernah mencatatkan pertumbuhan 9 persen hingga 10 persen selama satu dekade. Sedangkan Taiwan dan Korsel pernah mencatatkan pertumbuhan ekonomi 8 persen sampai 9 persen selama satu dekade lebih.

“Bahkan dibanding raihan Orde Baru (orba) saja, angka tersebut masih terbilang biasa, di mana rata-rata angka pertumbuhan di era orba sekitar 6 persenan. Setahun jelang krisis 1997 saja, angka pertumbuhan Indonesia tercatat sekitar 6,8 persen,” katanya kepada CNNIndonesia.com.

Istilah itu diperkenalkan Ekonom Alvin Hansen pada 1938, di mana Amerika Serikat (AS) dinilai telah kehilangan sumber-sumber pertumbuhan ekonominya. Istilah itu digunakan kembali oleh mantan Menteri Keuangan AS Larry Summer setelah krisis finansial 2008 lalu.

Pertumbuhan ekonomi 5 persen, sambung Ronny, juga tidak didukung oleh kualitas pertumbuhan yang baik, di mana sektor pendorongnya bukan lagi sektor padat karya seperti manufaktur, tetapi kini ditopang sektor padat modal seperti infrastruktur, pertambangan, jasa, ekonomi digital, dan sektor investasi portofolio (keuangan).

“Sehingga ILOR atau Incremental Labour Output Ratio kita terbilang cukup rendah. ILOR adalah tingkat serapan tenaga kerja per satu persen pertumbuhan ekonomi,” katanya.

Menurutnya, pertumbuhan ekonomi bisa jadi bersifat semu karena hanya dinikmati segelintir orang. Alhasil, serapan tenaga kerja rendah dan ketimpangan makin tinggi. “Boleh jadi memang ada benarnya istilah semu tersebut untuk menggambarkan pertumbuhan kita, karena sektor padat modal yang menopangnya hanya akan memperkaya para pemilik modal. Para bankir yang membeli surat utang negara, para industrialis tambang SDA, para Tycoon, mogul ekonomi digital, dan para oligar yang hidup dari proyek-proyek negara, dan seterusnya, adalah para pihak yang menikmati pertumbuhan ekonomi lima persen kita,” katanya.

Ia menilai ada sektor yang sebenarnya cukup strategis tetapi kalah saing sehingga harus melakukan PHK, misalnya tekstil. Tekstil, kata Yusuf, merupakan salah satu sektor strategis yang berkontribusi terhadap perekonomian secara keseluruhan dan juga berkontribusi terhadap industri manufaktur secara umum.

Namun, dalam beberapa tahun terakhir sektor tekstil dihadapkan masalah ketidakmampuan untuk bersaing dengan produk-produk impor yang masuk ke dalam negeri.

Meskipun ekonomi tumbuh 5 persen, Rendy menyebut terjadi perlambatan pertumbuhan pada beberapa komponen PDB dibandingkan dengan data pencapaian di periode yang sama tahun lalu.

Salah satunya, konsumsi rumah tangga yang melambat di kuartal kedua tahun ini jika dibandingkan periode yang sama tahun lalu.

Perlambatan konsumsi rumah tangga, katanya, menjadi lampu kuning karena setidaknya memberikan gambaran masyarakat menengah ke bawah mengalami tekanan daya beli. “Ini terlihat dari misalnya pertumbuhan upah yang relatif marginal. Jadi sekali lagi bahwa betul pertumbuhan ekonomi terjadi secara agregat namun masih ada pekerjaan rumah, terutama kalau kita melihat dari sisi sektor lapangan usaha dan kalau kita melihat dari kelompok pendapatan masyarakat menengah ke bawah,” katanya.

Ke depan, Yusuf mengatakan pemerintah perlu menjaga daya saing sektor-sektor yang saat ini masih tertatih-tatih baik karena kehilangan daya saing maupun masih merasakan efek dari efek covid 19 beberapa tahun yang lalu. Pemerintah katanya bisa memberikan insentif pajak bagi sektor yang membutuhkan.

Terkhusus untuk industri tekstil, perlu dilihat apakah kebijakan pemerintah untuk menekan impor sudah sesuai dengan tujuan untuk meningkatkan kinerja industri tekstil itu sendiri.

“Di level individu, saya kira pemberian bantuan terutama di semester kedua nanti juga tidak kalah penting. Dan yang tidak kalah penting juga bagaimana pemerintah menjaga iklim ataupun indikator ekonomi seperti inflasi sehingga kenaikan harga barang terutama untuk komoditas pangan tidak terjadi dan menekan kembali daya beli masyarakat,” imbuhnya.

Sumber : https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20240809062558-532-1131002/semu-di-balik-pertumbuhan-ekonomi-5-persen-yang-disyukuri-jokowi/1

Editor : PR-04

Berita Terkait

B3

Recent News

Populer

Kasus Pembangunan Kapal Inspeksi Perikanan KKP, Memasuki Babak Baru,Dengan Diperiksanya 3 Orang Saksi

Kurikulum adalah Rencana Akademik, Kenali Bagian dan Fungsinya

Tokoh Muda bermunculan menjadi anggota DPRD Kota Banjar

Sandiaga Sebut 2 Investor Tertarik Bangun Hotel di Danau Toba

120 Anggota DPRD Provinsi Jawa Barat dilantik hari ini

Artis Ternama yang kini menjadi seorang dosen dan pengusaha nasional, Devi Kusumawardhani, peduli terhadap perkembangan Kota Banjar

Breaking News: Kiper Timnas Belanda Siap Perkuat Timnas Indonesia, Shin Tae-yong Bahagia!

Apa Itu Ekonomi Makro? Begini Penjelasannya

Sejarah Lahirnya Persib Bandung

Mengenal Partai Politik di Indonesia