Pilihan-rakyat.com, Jakarta – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkap dugaan praktik jual-beli kuota haji tambahan tahun 2024. Modus yang dijalankan disebut sangat rapi, yaitu dengan mempersempit waktu pelunasan Biaya Perjalanan Ibadah Haji (Bipih) hingga hanya lima hari kerja. Akibatnya, banyak calon jemaah reguler yang sudah lama mendaftar tidak sempat melakukan pelunasan tepat waktu.
Kuota yang tersisa kemudian diduga dialihkan kepada pihak lain yang baru mendaftar, namun sanggup membayar biaya tambahan dalam jumlah besar. Cara ini dinilai merugikan jemaah reguler yang telah mengantre bertahun-tahun.
Dalam pemeriksaan terbaru, KPK mendalami kesaksian Mohammad Hasan Afandi, Kepala Pusat Data dan Informasi (Kapusdatin) Badan Penyelenggara Haji. Ia ditanyai soal mekanisme penempatan jemaah haji khusus, termasuk mereka yang baru membayar pada 2024 namun bisa langsung berangkat tanpa menunggu giliran panjang.
“Saksi didalami pengetahuannya mengenai teknis penempatan jemaah haji khusus yang urutannya paling akhir (baru membayar 2024) namun bisa langsung berangkat,” ujar KPK dalam keterangannya, dikutip dari kumparan.com.
Dugaan Setoran Travel ke Oknum Kemenag
Penyidik KPK juga menemukan indikasi adanya praktik setoran dari yelenggara perjalanan haji kepada oknum di Kementerian Agama (Kemenag). Besaran setoran bervariasi, mulai dari USD 2.600 hingga USD 7.000 per kuota, bergantung pada ukuran dan kapasitas biro travel tersebut.
Skema ini membuat jemaah baru bisa mendapatkan kursi haji khusus dengan cepat, sementara jemaah reguler yang telah lama menunggu menjadi korban sistem.
“Dugaan sementara, sisa kuota itu kemudian diperjualbelikan kepada pihak yang sanggup membayar fee tertentu. Hal ini sedang kami dalami lebih lanjut,” jelas KPK.
Kerugian Negara Ditaksir Capai Rp 1 Triliun
Berdasarkan perhitungan sementara, KPK menaksir kerugian negara akibat praktik jual-beli kuota haji ini mencapai lebih dari Rp 1 triliun. Angka itu muncul akibat perubahan alokasi kuota dari reguler menjadi kuota khusus, yang seharusnya tidak terjadi bila pelunasan diberikan waktu yang cukup.
Kasus ini menjadi sorotan besar, mengingat antrean haji di Indonesia bisa mencapai belasan hingga puluhan tahun di beberapa daerah. Dengan adanya permainan kuota, hak jemaah yang sudah lama mendaftar menjadi terabaikan.
Pencegahan dan Penyitaan Aset
Sejumlah nama besar sudah dicegah ke luar negeri oleh KPK. Mereka antara lain mantan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas, mantan staf khusus Menag, hingga bos travel ternama Maktour.
Selain itu, KPK juga telah melakukan penggeledahan di berbagai lokasi dan menyita sejumlah barang bukti. Salah satunya, dua unit rumah mewah senilai sekitar Rp 6,5 miliar milik seorang ASN di Ditjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah (PHU) Kemenag. Rumah tersebut diduga dibeli menggunakan dana hasil korupsi kuota haji.
Kasus yang Mencoreng Penyelenggaraan Haji
Pengungkapan kasus ini menambah catatan panjang masalah tata kelola haji di Indonesia. Sebagai negara dengan jumlah jemaah haji terbesar di dunia, Indonesia kerap menghadapi tantangan besar dalam distribusi kuota. Sistem antrean panjang yang bisa mencapai 20–30 tahun di beberapa provinsi semakin menambah kompleksitasnya.
Skandal jual-beli kuota ini pun menimbulkan kekecewaan publik, sebab menyangkut ibadah yang dianggap sakral oleh umat Muslim. Transparansi dan integritas penyelenggara haji kini kembali dipertanyakan.
KPK memastikan akan terus mendalami kasus ini dengan memanggil saksi-saksi lain, serta menelusuri aliran dana yang diduga masuk ke kantong pribadi oknum pejabat maupun penyelenggara travel.