b2

Kritik Terhadap Ketahanan Pangan: Bukan Sekadar Ganti Makanan Pokok

By SARLIN WAGOLA October 21, 2025
Sarlin Wagola, S.H. (Aktivis pemerhati Desa/Dusun Tertinggal)

Pilihan-Rakyat.com, Jakarta-Ketahanan pangan bukanlah sekadar soal mengganti singkong dengan beras, atau ubi dengan nasi. Ketahanan pangan sejati tidak diukur dari seberapa banyak beras yang dibagikan, apalagi jika beras itu berkualitas rendah dan hanya cukup untuk bertahan satu bulan ke depan. Jika masyarakat masih harus membeli bahan pokok dengan harga tinggi karena distribusi bantuan tidak memadai atau tidak berkualitas, maka pertanyaannya: apakah ini yang dimaksud dengan ketahanan pangan?

Ibarat mengganti tikar dengan kasur, namun kasur yang disediakan justru rusak dan pengganti itu bukan solusi, malah menjadi beban baru. Begitu pula dengan upaya mengganti makanan pokok lokal seperti singkong, ubi, atau sagu dengan beras, tanpa memperhatikan konteks budaya, lingkungan, dan ketersediaan lahan. Apalagi jika tanah yang tersedia pun masih menjadi sengketa, lalu di mana masyarakat bisa menanam?

Ketahanan pangan bukan berarti menyeragamkan makanan pokok seluruh rakyat Indonesia. Justru, ketahanan pangan seharusnya dimulai dari penguatan sistem pangan lokal. Negara mestinya mendorong dan memperkuat keberadaan tanaman-tanaman lokal seperti singkong, ubi, sagu, dan sumber pangan tradisional lain yang telah lama menjadi makanan pokok masyarakat di berbagai daerah.

Untuk itu, peran negara sangat krusial dalam hal ini pemerintah pusat dan pemerintah daerah untuk menyediakan, informasi tata cara pengelolaan, modal, bibit unggul, pupuk berkualitas, peralatan bercocok tanam yang semua ini dapat terakses mudah oleh rakyat pelosok, sebab hal ini berpengaruh terhadap iklim produksi tani di setiap pelosok negeri. Ketika akses terhadap sumber produksi terjamin, aktivitas bercocok tanam akan hidup kembali. Masyarakat agraris tidak perlu kehilangan arah dan beralih profesi menjadi buruh kasar di kota, hanya demi mencari nafkah.

Lebih dari itu, ketika masyarakat memiliki lahan yang bisa diolah dan dikelola sendiri, hasil pertaniannya tidak hanya bisa memenuhi kebutuhan pangan keluarga, tetapi juga mendorong perputaran ekonomi di desa dan dusun terpencil. Inilah inti dari ketahanan pangan yang sesungguhnya: kemampuan untuk bertahan hidup secara mandiri, berkelanjutan, dan sesuai dengan karakter lokal, bahkan untuk jangka panjang, lima bulan hingga satu tahun ke depan.

Langkah-Langkah Solusi Mewujudkan Ketahanan Pangan di Desa dan Dusun

Inventarisasi dan Perlindungan Lahan Produktif

  1. Mengidentifikasi lahan potensial di desa dan dusun untuk dijadikan lahan pertanian produktif.
  2. Menyelesaikan konflik agraria serta melindungi lahan pertanian dari alih fungsi menjadi industri atau properti.

Penguatan Pertanian Lokal

  1. Menyediakan bibit unggul lokal dan pupuk organik yang ramah lingkungan.
  2. Memberikan subsidi atau bantuan langsung berupa alat pertanian modern skala kecil (traktor mini, alat panen, penggiling sagu, dll).

Pendidikan dan Pelatihan Petani

  1. Mengadakan pelatihan berkala tentang pertanian berkelanjutan, pengolahan hasil tani, dan diversifikasi pangan lokal.
  2. Mendorong regenerasi petani muda dengan program insentif dan pelatihan digitalisasi pertanian.

Pembangunan Infrastruktur Dasar

  1. Memperbaiki dan membangun akses jalan tani, irigasi, dan penyimpanan hasil panen agar distribusi lebih lancar dan tidak bergantung pada tengkulak.

Akses Modal dan Pasar

  1. Menyediakan akses permodalan melalui koperasi desa, BUMDes, atau bank pertanian dengan bunga rendah.
  2. Membuka akses pasar untuk produk lokal melalui digitalisasi (e-commerce pertanian) atau kemitraan dengan pasar regional.

Penguatan Kelembagaan Desa

  1. Mengaktifkan peran kelompok tani, karang taruna, dan BUMDes sebagai motor penggerak produksi dan distribusi pangan desa.
  2. Mengintegrasikan kebijakan ketahanan pangan dalam perencanaan pembangunan desa melalui Musyawarah Desa.

Pengembangan Lumbung Pangan Lokal

  1. Mendirikan lumbung pangan desa yang dikelola secara kolektif sebagai cadangan untuk menghadapi musim paceklik atau krisis pangan.
  2. Lumbung ini bisa berisi singkong, jagung, beras lokal, atau hasil olahan seperti gaplek, tepung sagu, dan makanan kering lainnya.

Pelestarian Pangan Tradisional

  1. Mendorong konsumsi makanan lokal melalui edukasi gizi dan kampanye “Kita Bangga Makan, Makanan Lokal”.
  2. Melibatkan sekolah, puskesmas, dan tokoh adat dalam menjaga nilai-nilai tradisi makan lokal sebagai bagian dari identitas dan kesehatan masyarakat.

Dengan menjalankan solusi-solusi ini secara terintegrasi, ketahanan pangan di desa dan dusun tidak hanya menjadi slogan, tetapi menjadi kenyataan yang dirasakan langsung oleh masyarakat. Ketahanan pangan bukan sekadar soal memberi makan hari ini, tetapi tentang memastikan kemandirian pangan di masa depan, yang berakar pada kekayaan lokal, dikelola oleh rakyat, dan didukung penuh oleh negara.

Berita Terkait