
Pilihan-Rakyat.com, Jakarta — 17 September 2025 Haris Azhar bersama Tim Advokasi untuk Demokrasi (TAUD) mendatangi Polda Metro Jaya sebagai wujud protes dan permohonan resmi agar proses hukum terhadap Delpedro Marhaen Rismansyah dan sejumlah tersangka dalam kerusuhan demo beberapa waktu lalu dihentikan. Aksi ini juga menuntut pembebasan para tahanan yang ditahan buntut dari penghasutan, perusakan fasilitas umum, dan berbagai tuduhan lainnya yang dinilai masih debatable baik dari segi fakta maupun azas hukum.
Haris Azhar dalam pernyataannya menyebut bahwa pihaknya telah bertemu langsung dengan para tahanan di Polda Metro dan mendapatkan gambaran kondisi yang mengundang pertanyaan serius tentang pelaksanaan hak asasi tahanan, terutama hak untuk mendapat pembelaan hukum yang layak dan kondisi tahanan yang terpenuhi sesuai undang-undang. Dia menegaskan bahwa upaya pemenuhan hak-hak ini tidak boleh diabaikan, karena merupakan bagian tak terpisahkan dari supremasi hukum dan akuntabilitas negara.
Lebih jauh, Haris menyoroti pentingnya peran Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF), termasuk Komnas HAM dan lembaga terkait lainnya, untuk dilibatkan secara aktif dalam pengungkapan keseluruhan peristiwa. Menurut Haris, hanya melalui kerja TGPF dapat terungkap akar penyebab insiden kericuhan, siapa yang memiliki tanggung jawab moral dan hukum, serta sejauh mana kegagalan sistemik dalam mencegah kekerasan dapat terjadi. “Dari situ akan kelihatan yang mana yang harus didalami sebagai sebuah kasus tindak pidana,” katanya. Dengan demikian, harapannya adalah bahwa proses hukum bukan hanya menjatuhkan hukuman tapi juga menghadirkan keadilan substantif dan pembelajaran bagi pengelolaan aksi protes ke depan.
Sampai saat ini, Polda Metro Jaya dan jajaran polres telah menahan 68 orang terkait kericuhan yang terjadi di Jakarta pada tanggal 25 dan 28 Agustus 2025. Tersangka dikategorikan dalam beberapa klaster mulai dari penghasutan hingga perusakan dan pembakaran fasilitas umum. Delpedro, sebagai Direktur Lokataru Foundation, termasuk dalam klaster penghasut. Adapun enam orang tersangka penghasut yang dituduh menyebarkan hasutan melalui media sosial di antaranya adalah Delpedro sendiri, MS, admin Gejayan Memanggil, Syahdan Husein, KA, RAP, dan TikTokers Figha Lesmana.
TAUD menyerukan agar aparat hukum melakukan evaluasi menyeluruh terhadap dasar-dasar penetapan tersangka, bukti yang digunakan, serta prosedur hukum yang dilalui. Mereka menegaskan bahwa tindakan menghentikan kasus tidak berarti melepas tanggung jawab, tetapi sebagai bentuk kehati-hatian negara dalam menggunakan kekuasaan kriminalisasi. Dalam demokrasi yang sehat, kritik dan ekpresi publik tidak seharusnya dikerangkeng oleh tuduhan pidana yang belum terbukti secara adil.
Kami dari pihak TAUD berharap agar Kepolisian Republik Indonesia, khususnya Polda Metro Jaya, menunjukkan sikap yang transparan dan dialogis dalam menyikapi permohonan ini. Kami percaya, penghentian proses hukum terhadap Delpedro dkk bukanlah sebuah kekalahan hukum, melainkan langkah untuk memastikan bahwa prinsip hak asasi manusia, kebebasan berpendapat, dan perlindungan hukum bagi warga negara tetap menjadi fondasi utama penegakan hukum di Indonesia.