b2

Siapa di Balik Pemilik Saham Perusahaan Pembuat Pagar Beton di Laut Cilincing?

By Inayah Safitri Hanifah September 14, 2025
Direktur Pengendalian Pemanfaatan Ruang Laut KKP Fajar Kurniawan mengatakan KKP telah melakukan verifikasi lapangan terkait keluhan nelayan atas keberadaan tanggul itu. (merdeka.com/Arie Basuki) Sumber foto : Liputan6.com
Direktur Pengendalian Pemanfaatan Ruang Laut KKP Fajar Kurniawan mengatakan KKP telah melakukan verifikasi lapangan terkait keluhan nelayan atas keberadaan tanggul itu. (merdeka.com/Arie Basuki) Sumber foto : Liputan6.com

 

Pilihan-Rakyat.com, Jakarta – Publik belakangan digegerkan oleh realisasi proyek pemasangan pagar beton di perairan laut Cilincing. Proyek yang menuai kontroversi lingkungan dan kepentingan publik ini menimbulkan pertanyaan besar: siapa sebenarnya di balik perusahaan pembuat pagar beton ini? Pemilik saham, pihak yang menerima izin, hingga struktur kepemilikan perusahaan menjadi fokus utama tuntutan transparansi.

Laut Cilincing selama ini dikenal sebagai kawasan pesisir dengan fungsi ekologis dan ekonomi. Perairan ini menjadi habitat biota laut, jalur kegiatan nelayan kecil, sekaligus benteng alami terhadap abrasi dan banjir rob. Karena itu, rencana pembangunan pagar beton di laut bukan hanya soal konstruksi, melainkan juga soal hak atas ruang laut, izin lingkungan, keberlanjutan ekosistem, dan dampak sosial kepada masyarakat pesisir.

Proyek pagar beton ini disebut-sebut dipicu oleh kebutuhan untuk menahan abrasi serta memperkuat garis pantai. Namun, pelaksanaannya menimbulkan kontroversi. Apakah izin lingkungan sudah lengkap? Bagaimana dampaknya terhadap nelayan lokal? Apakah arus laut dan sedimentasi diperhitungkan? Dan yang terpenting, siapa sebenarnya yang mendapatkan keuntungan finansial dari proyek ini?

Untuk menjawab pertanyaan itu, ada beberapa hal krusial yang harus diklarifikasi. Pertama, nama perusahaan resmi yang diberi kontrak perlu dibuka. Kedua, siapa pemegang saham mayoritas atau pemilik akhir (beneficial owner) harus jelas: apakah perusahaan ini sepenuhnya swasta, milik daerah, atau gabungan? Ketiga, perlu ditelusuri hubungan perusahaan dengan pejabat publik, karena proyek infrastruktur seringkali dikaitkan dengan kepentingan politik.

Selain itu, struktur saham, aliran modal, hingga mekanisme dividen harus transparan agar publik tahu apakah ada dana publik yang terlibat. Tak kalah penting, izin lingkungan dan pemanfaatan ruang laut yang dikeluarkan instansi terkait juga harus dipublikasikan. Tanpa itu semua, publik sulit menilai sejauh mana proyek ini sesuai aturan.

Sejauh ini, laporan media menyebut perusahaan yang membangun pagar beton tersebut merupakan badan usaha swasta. Namun, identitas lengkap perseroan dan siapa pemegang sahamnya belum jelas. Kondisi inilah yang memicu tuntutan dari masyarakat sipil agar data kepemilikan saham, laporan keuangan, dan izin proyek diumumkan secara terbuka.

Ketidakjelasan soal pemilik saham menimbulkan risiko besar. Potensi korupsi dan konflik kepentingan sangat terbuka. Lingkungan pesisir pun bisa terdampak, mulai dari terganggunya arus air hingga kerusakan ekosistem. Nelayan dikhawatirkan kehilangan akses wilayah tangkap, sementara kepercayaan publik terhadap pemerintah dapat terkikis jika proyek besar dilakukan tanpa transparansi.

Aktivis lingkungan dan komunitas pesisir mendesak adanya audit kepemilikan saham oleh lembaga negara, serta keterbukaan dokumen AMDAL dan studi kelayakan. Mereka juga menuntut agar nelayan dan masyarakat sekitar dilibatkan dalam proses konsultasi publik, serta adanya mekanisme kompensasi bila proyek ini menimbulkan kerugian.

Transparansi soal kepemilikan perusahaan menjadi sangat penting. Keterbukaan ini bukan sekadar persoalan administrasi, melainkan menyangkut keadilan sosial, hak masyarakat pesisir, keberlanjutan ekosistem laut, hingga kredibilitas pemerintah dalam mengelola ruang laut. Publik berhak tahu siapa yang meraup keuntungan dari pagar beton di Cilincing dan siapa yang akan menanggung risikonya.

Berita Terkait