Pilihan-Rakyat.com, Jakarta — Harapan untuk segera melihat kelanjutan sidang kasus yang menjerat aktivis sosial Delpedro Marhaen kembali tertunda. Majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dikabarkan menunda sidang lanjutan yang semula dijadwalkan minggu ini, atas permintaan pihak kepolisian.
Penundaan tersebut memantik kekecewaan dari pihak keluarga. Delpiero Hegelian, kakak kandung Delpedro, dalam wawancara yang dilakukan usai kabar penundaan itu menyatakan kebingungannya atas alasan di balik keputusan tersebut.
“Permintaan penundaan datang dari pihak kepolisian. Saya juga kurang tahu dasarnya apa, mungkin itu bagian dari strategi mereka saja,” ujar Delpiero.
Menurutnya, penundaan sidang tanpa penjelasan yang transparan menambah panjang deret ketidakpastian hukum yang dialami oleh para aktivis yang kini tengah diperjuangkan kebebasannya. Ia menilai langkah tersebut bisa mengaburkan substansi perkara dan memperlambat proses pencarian keadilan.
Sidang yang semestinya berlanjut untuk mendengarkan keterangan dan pembelaan dari pihak terdakwa, kini harus kembali menunggu. “Berarti belum adil-adil juga dan dipending sampai setiap hari,” kata Delpiero dengan nada kecewa.
Namun di balik kekecewaan itu, ia tetap mengajak publik untuk tidak diam. Dalam pesannya, Delpiero menyerukan agar masyarakat, mahasiswa, dan rekan-rekan seperjuangan hadir memberikan dukungan langsung di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada Senin mendatang, saat sidang akan dilanjutkan.
“Teman-teman yang mau datang, silakan hadir hari Senin ke pengadilan. Dukung Delpedro, Muzaffar, dan teman-teman sosialis lainnya,” ujarnya.
Delpiero menegaskan bahwa keluarga tidak menuntut kebebasan tanpa dasar. “Kami tidak mengemis untuk dibebaskan, sama sekali tidak,” tegasnya. “Kami hanya ingin adanya keadilan, seadil-adilnya, dan sidang yang benar-benar terbuka serta transparan bagi para peserta.”
Pernyataan tersebut mencerminkan keresahan yang lebih luas atas praktik hukum di Indonesia, yang kerap dianggap tajam ke bawah dan tumpul ke atas. Kasus Delpedro Marhaen sendiri menjadi simbol dari ketegangan antara ruang kebebasan sipil dan sikap represif aparat terhadap gerakan sosial.
Keluarga dan solidaritas masyarakat sipil berharap, proses hukum dapat berjalan tanpa intervensi dan penuh keterbukaan. “Keadilan itu tidak bisa ditunda-tunda. Kalau memang hukum masih berpihak pada kebenaran, maka biarkan sidang berjalan sebagaimana mestinya,” pungkas Delpiero.
Dengan semakin banyaknya suara publik yang menyerukan keadilan bagi Delpedro dan rekan-rekan aktivis lainnya, penundaan sidang kali ini menjadi ujian bagi integritas lembaga peradilan. Masyarakat kini menanti, apakah hukum akan benar-benar menjadi pelindung bagi pencari kebenaran atau justru alat yang menunda-nunda keadilan itu sendiri.