Pilihan-Rakyat.com, Jakarta – Gugus Tugas Pencari Fakta Tim Advokasi Untuk Demokrasi (TAUD) merilis laporan investigasi awal terkait kematian Affan Kurniawan pada Rabu (10/9), pengemudi ojek online berusia 21 tahun yang tewas setelah dilindas kendaraan taktis Rantis Rimueng milik Brimob di kawasan Bendungan Hilir, Jakarta Pusat.
Peristiwa itu terjadi pada 28 Agustus 2025, di tengah bentrokan massa aksi dengan aparat keamanan yang pecah usai demonstrasi menolak wacana kenaikan tunjangan DPR. Video yang beredar menunjukkan kendaraan taktis melaju dengan kecepatan tinggi sebelum menabrak dan melindas tubuh Affan, lalu meninggalkan lokasi menuju Markas Satbrimobda Polda Metro Jaya di Kwitang.
Iqbal Muharram dari Institute for Criminal Justice Reform menegaskan, “Kematian Affan akibat dilindas dengan kendaraan taktis (Rantis Rimueng) bukan sekadar pelanggaran etik, namun temuan tersebut menunjukkan adanya dugaan tindak pidana pembunuhan seperti yang tercantum dalam Pasal 338 KUHP.”
Hal senada disampaikan oleh Khaerul Anwar dari LBH Jakarta. Ia menyebut, “Pelindasan terhadap saudara Affan Kurniawan hingga meninggal dunia merupakan bentuk pelanggaran terhadap hak hidup oleh aparat di lapangan (Brimob), dan juga melanggar hak atas rasa aman bagi warga negara.”
TAUD juga merinci delapan temuan fakta investigasi, di antaranya: aksi awal berlangsung damai sebelum polisi menembakkan water cannon, penempatan kendaraan taktis yang tidak sesuai pedoman, fakta Affan sedang mengantar pesanan makanan dan bukan bagian dari massa aksi, serta kejanggalan dalam sidang etik KKEP.
Lakso Anindito dari IM57+ Institute menyoroti lemahnya mekanisme etik Polri. “Tidak terlihat adanya inisiatif aparat penegak hukum untuk mengusut keterlibatan beberapa anggota kepolisian serta menuntut pertanggungjawaban para pimpinan,” ujarnya.
Sementara itu, Dimas Bagus Arya dari KontraS mempertanyakan penggunaan rantis dalam pengendalian massa. “Sudah ada upaya pengendalian massa dengan penembakan gas air mata, tapi pertanyaan besarnya, kenapa tetap menggunakan rantis untuk menghalau atau membubarkan massa?” katanya.
Arif Maulana dari YLBHI menambahkan bahwa penggunaan kekuatan oleh aparat harus didasarkan pada prinsip nesesitas, proporsionalitas, dan rasionalitas. “Temuan yang menarik adalah, awal kericuhan ini terjadi karena tembakan gas air mata yang terjadi di sore hari,” ungkapnya.
TAUD menegaskan, kematian Affan Kurniawan menimbulkan pertanyaan serius mengenai proporsionalitas tindakan aparat, kepatuhan prosedur hukum, serta prinsip hak asasi manusia.